Kita Masih Diberi Waktu

Kita Masih Diberi Waktu
Menjalani hidup, menjalani keterbiasaan, lahiriah manusia yang tak dinamis, melalui yang telah ditapaki, berambu dogma, sulit bagi kebenaran untuk merasuki, bagaikan karang, keras tak tertakik nurani, ironinya bid'ah merintis waktu
Hidup terlahir dari kesucian, putih tak berbecak kepentingan, disambut tangis ketakutan, ulah nakal kegamangan menghadapi terik matahari, sedang semua sifat ada pada setiap insan
Sejenak, heningkanlah segala cipta pada renungan, rasakan letupan-letupan kecil dan. raungan, keinginan tak terwujudkan, harapan yang kandas di tebing perjuangan, kenyataan yang tak sesuai keinginan, kejenuhan pada keinginan pada diri, kita kadang lebih nyaman dengan angan-angan
Sejauh mana keinginan untuk menempuh, bukankah akan pulang ke ruang sempit bagi jiwa tak melapangi, ini hanya jembatan menuju keabadian, ke mana hendak berkekalan, haruskah singgah diriuh induk api dunia, ataukah akan menjadi penghuni setia
Kembalilah berbenah nurani, berperanlah bukan karena kepentingan, bernadilah pada aliran darah berkepedulian, hidup terlalu indah untuk diburamkan, sebiji zarahpun kan menggunung dalam timbangan, namun kita tetap bukan siapa-siapa
Kikis endapan hitam berprasangka, kadang mekar sebab lupa menumpas cikalnya, kita manusia, mengusung segala sifat dunia, mana yang dipupuk, pasti jadi buahnya
Sebelum shalat tak bersujud, sebelum tujuh langkah meninggalkan sepi, sebelum kesunyian menemani, di mana penerang, di mana keluasan peristirahatan, jangan pernah jadi penyesalan, usahlah menunggu nafas sejengkal tak menyisakan kesempatan, karena kita masih diberi waktu.

by: Muhammad Fadhli

Rasakan Hidup Tanpa Ibu

Rasakan Hidup Tanpa Ibu
Mentari meninggi tuju senja,
kukisahkan kembali,
kasih sayang sejati
Oh, ibuku,
engkau telah pergi,
betapa kumerindu,
pada belai kasihmu
Teringat malam-malam sebelum kutidur,
kau dongengkan kisah tentang kehidupan,
tak sadar sirami akarku,
biar tumbuh tegar,
dirajam dunia
Yang kutakutkan ketika kecilku,
kau tinggalkan hidupku untuk selamanya,
dan kini benar terjadi, ibu,
setegar apapun lelaki,
di badai amuk renjana,
sepi saksikan tangisku memanggilmu ibu
Oh ibuku, ibuku, ibu
Sehari sebelum kepergianmu,
kau pinta kupetikan lagu lawas yang kau tahu,
kau duduk di samping kunyanyikan lagu itu,
huma di atas bukit,
ternyata hari terakhir kubersamamu,
berderai airmata kunyanyikan kini
Oh ibu kini kau telah pergi,
ketika rapuh kuingin bertemu,
menangis deras dalam pelukmu,
tumpahkan perih dukaku atau kau ceritakan kembali,
papa yang sudah tiada,
bimbingmu di Mina
Rasakan hidup tanpa ibu,
bahagiakan ketika ada,
hanya doa dan airmata,
bila ibu telah tiada.

by: Muhammad Fadhli